Dinas Intelejen Terbesar Di Dunia.-Perang
ini tak akan berakhir sampai semua kelompok teroris dunia ditemukan,
dihentikan dan dikalahkan!” Cuplikan pidato Presiden George W. Bush,
sembilan hari setelah Serangan 9/11 ini menjadi arahan baru sekaligus
cambuk bagi CIA untuk berbenah diri. Tak banyak orang tahu bahwa di
balik nama besarnya, CIA ternyata tengah dilihat berbagai masalah.
Petaka
penerbangan bunuh diri ke beberapa gedung simbol perdagangan dan
pertahanan Amerika pada 11 September 2001 atau yang biasa dikenal
sebagai Peristiwa 9/11, tak ayal menjadi momentum tersendiri bagi Dinas
Intelijen Pusat AS atau CIA untuk berbenah. Ulah teroris internasional
yang menewaskan sekitar 3.000 warga AS itu seolah membenarkan tudingan
bahwa CIA tengah menghadapi masalah yang sangat serius sekaligus kronis.
CIA, Dinas Intelijen Terbesar Didunia
Sistem
intelijen yang telah dibangun puluhan tahun dan kabarnya kini terkuat
di dunia itu, ternyata gagal menangkal ancaman dan serangan teroris. Di
saat bangsa AS tengah menghadapi ancaman teroris, memang ironis
mendapati CIA yang dibangun dengan anggaran ratusan miliar dolar khusus
untuk mengantisipasi serangan dari luar, justru gagal mengerjakan tugas
utamanya.
Juga
sebuah ironi mendapati institusi yang selama ini didengangdengungkan
terdepan dalam urusan keamanan nasional, ternyata “tak berbunyi apa-apa”
ketika menghadapi ancaman yang membahayakan negerinya. Tak ingin
dikambing-hitamkan, CIA sendiri berusaha membela diri dengan mengatakan
bahwa berbagai temuan informasi terkait Serangan 9/11 telah dilaporkan
kepada Penasehat Keamanan Nasional. Namun penasihat presiden untuk
urusan keamanan nasional itu bergeming.
Rakyat
AS toh memahami bahwa urusan keamanan nasional bukan hanya tanggung
jawab CIA. Ada lembaga serupa lain dan lembaga terkait yang harus saling
berkoordinasi memberi masukan kepada Presiden AS. Laporan intelijen
yang mereka sampaikan pada prinsipnya juga harus memenuhi takaran checks
and balances. Dalam kaitan ini, ada tiga lembaga eksekutif dan tiga
lembaga yudikatif yang harus menyaring lebih dulu sebelum presiden
mengambilnya sebagai salah satu komponen pengambil kebijakan.
Dengan
demikian, terkait Serangan 9/11, Presiden sendirilah sesungguhnya yang
harus menginstruksikan langkah-langkah pencegahannya. Dalam artikel
berjudul "Menjegal Komunis, Memburu Teroris," wartawan senior Kompas
Budiarto Shambazy melukiskannya sebagai penyakit bureacratic politics
yang ternyata sudah begitu sistemik di AS.
Seorang
anggota US Secret Service membisikan petaka di New York ke telinga
Presiden George W. Bush. Ketika serangan teroris terjadi Presiden sedang
berkunjung ke SD Emma E. Brooker, Sarasota, Florida. Kegagalan CIA
mengantisipasi serangan ini mendorong Bush memberikan taklimat khusus
tentang perburuan teroris dunia.
Tak
ayal Serangan 9/11 menampar dan mempermalukan wajah Presiden sebagai
Panglima Tertinggi hasil akhir yang sesungguhnya diinginkan kelompok
teroris musuh AS. Maka, sangat lah wajar jika Presiden AS selaku user
utama informasi kelas satu CIA geram. Presiden AS (saat Serangan 9/11
terjadi) George W. Bush segera menuntut Direktur CIA, George Tenet,
memperbaiki performa dan pola kerja institusi yang dipimpinnya.
Beberapa
hari setelah serangan terjadi, Bush dikabarkan membedah arahan top
secret setebal 14 halaman kepada CIA dan sejumlah otoritas keamanan
nasional untuk memburu dan menangkap para pelaku. Genderang perang
melawan teroris pun ditabuh. Di bawah perintah Bush, CIA mulai berperan
sebagai polisi militer global yang menjebloskan ratusan tersangka ke
penjara rahasia di Afghanistan, Thailand, Polandia, dan yang paling
tekenal di Guantanamo.
CIA
juga mengirim mereka ke penyidik-penyidik kejam di dinas intelijen
Mesir, Pakistan, Yordania dan Suriah untuk diinterogasi. Hal ini
mengingatkan kita pada penangkapan Umar Al-Faruq di Bogor dan Hambali di
Bandung beberapa tahun lalu. Tanpa berkoordinasi dengan Polri, mereka
langsung dijemput dan dibawa ke tahanan khusus di luar negeri.
Kepada
publik Amerika, pada 20 September 2001, Bush berpidato tentang perang
melawan teroris. “Perang kita melawan teror dimulai dengan Al Qaeda,
tetapi tidak berakhir sampai disitu. Perang ini tidak akan berakhir
sampai semua kelompok teroris di dunia ditemukan, dihentikan dan
dikalahkan,” tegasnya. Disadarkan kembali bahwa semua informasi
intelijen bersifat strategis dan menentukan masa depan bangsa dan
negara, tiga tahun kemudian, Gedung Putih mengangkat seorang pejabat
baru di lingkup intelijen, yakni Direktur Intelijen Nasional. Dia
memimpin sebuah institusi yang memayungi dinas intelijen AS agar bisa
bekerja lebih terkontrol, integratif dan saling berkoordinasi.
Director
of National Intelligence mengelola 16 dinas intelijen AS sekaligus
menjadi pengawas dan pengatur program intelijen nasional AS. Ke-16 dinas
intelijen itu adalah CIA, AFISRA, MI, DIA, MCIA, NGA, NRO, NSA, ONI,
OICI, I&A, CGI, FBI, DEA, INR, dan TFI. Tetapi perang melawan
teroris ternyata tak semudah memerangi musuh-musuh terdahulu yang
memiliki penguasa dan batas wilayah yurisdiksi yang jelas. Perang
melawan organisasi tanpa bentuk ini tak pernah berujung pada penangkapan
Osama bin Laden.
Berita
berbagai harian di dunia (19/10/2010) malah menyatakan, Bin Laden masih
bisa menikmati kenyamanan tempat tinggalnya di wilayah Pakistan. Bukan
digua-gua Pegunungan Tora Bora, Afghanistan, seperti dilaporkan
agen-agen CIA. Perburuan terhadap gembong Al Qaeda ini sebaliknya malah
menciptakan kisruh di “rumah sendiri”. Banyak warga AS resah karena CIA
diberi kewenangan kontroversial untuk memata-matai dan menyadap
percakapan warga AS yang sebelumnya amat dilarang.
Di
dalam tubuh AB AS, kejengkelan juga kian menggunung akibat gagalnya
berbagai misi penyergapan Osama bin Laden. Semua oleh sebab informasi
intelijen agen-agen CIA yang tak pernah akurat. Kali lain, pesawat tanpa
awak Predator dengan tentengan rudal Hellfire lagi-lagi gagal
mengeksekusi sasaran Rudal tak mengenai Bin Laden, melainkan puluhan
warga sipil Afghanistan yang tak punya urusan apa-apa dengan Al Qaeda.
Alih-alih
tak kunjung berhasil menangkap Bin Laden, sejak 1 Maret 2002 sasaran
dialihkan ke Irak – negara yang dituduh membangun senjata pemusnah
massal dan mendukung teroris dunia. Di sini pun CIA dan Pemerintah AS
lagi-lagi tak bisa membuktikan keampuhan dinas intelijennya. Invasi
militer besar-besaran memang telah menumbangkan rezim Saddam Hussein,
namun tuduhan tentang senjata pemusnah massal itu tak pernah bisa
dibuktikan karena hanya berdasar serangkai informasi tak memadai.
Doktrin Truman
Mengapa
AS sangat menaruh perhatian pada intelijen? Hal ini bisa ditelusuri
lewat perjalanan sejarah bangsa ini. Dalam perjalanan sejarahnya, selain
China, adalah sebuah takdir tersendiri jika Amerika “terlahir” sebagai
negara yang amat peduli dengan urusan intelijen. Dalam sejarahnya,
bangsa Amerika telah mengalami berbagai peperangan dan menyadarkan
mereka tentang betapa pentingnya informasi intelijen. Tentara Amerika
telah melakukan kegiatan mata-mata sejak abad 17 atau persisnya sejak
mereka terlibat Perang Revolusi (1775-1793). Pergolakan dalam peperangan
melawan pasukan Inggris ini memberi pelajaran betapa informasi
intelijen sangat berguna untuk mengantisipasi gerakan musuh dan menyusun
langkah ke depan.
Meski
begitu Amerika baru benar-benar memiliki lembaga resmi untuk urusan ini
pada tahun1880-an, yakni Office of Naval Intelligence (ONI) dan Army’s
Military Intelligence Division. ONI dibentuk pada 1882 untuk mencari
tahu kemajuan dan perkembangan armada laut negara lain. Untuk keperluan
serupa, tiga tahun kemudian Angkatan Darat AS membentuk AMI. Keduanya
masih bertahan hingga sekarang, dan masuk ke dalam komunitas 16 dinas
intelijen AS.
Presiden
John F. Kennedy menyambut kedatangan pendahulunya, Dwight D.
Eisenhower. Kennedy dan seiumlah presiden AS lain amat menaruh hormat
padanya. Eisenhower banyak dimintai nasihat tentang bagaimana cara
meredam ketegangan dengan Uni Soviet dan Kuba.
Akan
halnya CIA sendiri, keberadaan dinas intelijen ini sesungguhnya telah
dibentuk sejak1942. Gedung Putih memulainya dengan Office of Strategic
Services – dinas intelijen dadakan yang dibentuk secara taktis untuk
merespon serangan Jepang terhadap Pangkalan AL AS di Pearl Harbor,
Hawaii, pada 7 Desember 1941. Serangan besar pembuka Perang Pasifik itu
merupakan aib tersendiri bagi pejabat militer AS karena gagal memecahkan
sinyalsinyal rahasia militer Jepang yang sebenarnya bisa mereka
intercept.
Sinyal-sinyal
rahasia yang dikirim panglima militer Jepang ke berbagai komandan
kesatuannya di lapangan itu ternyata merupakan kode pembuka serangan.
Washington sangat terpukul oleh serangan 353 pesawat AL Jepang dari enam
kapal induk yang meng hancurkan tujuh kapal perang, 188 pesawat terbang
dan menewaskan 2.402 orang ini. OSS dibentuk dan dipimpin pertama kali
oleh Jenderal William J Donovan – satu dari segelintir petinggi militer
yang memang punya obsesi mempelajari kemampuan, tujuan dan aktivitas
bangsa-bangsa asing yang punya kecenderungan menjadi musuh Amerika.
Meski
begitu, selama Perang Eropa dan Perang Pasifik berkecamuk, OSS toh
tidak mampu bekerja semaksimal yang diinginkan. Minimnya arahan Presiden
sebagai user utama membuat OSS lebih banyak bekerja sebagai pengumpul
berita. Mereka seolah hanya dibentuk untuk menjamin agar Presiden AS
tidak ketinggalan informasi tentang perkembangan dunia. Di dalam
pemerintahan, OSS juga tidak diberi ruang gerak oleh sebab resistensi
yang terlampau tinggi dari para elite politik. Mereka risih karena
merasa ikut diawasi agenagen rahasia dari dinas yang sangat tertutup dan
diliputi kerahasiaan itu. OSS pun dibubarkan pada 20 September 1945.
Namun,
dorongan alamiah bahwa Amerika memerlukan sebuah organisasi intelijen
yang mendunia tak pernah padam. Tanda-tanda untuk hidup kembali muncul
tak lama setelah AS (Sekutu) memenangkan Perang Dunia II. Belum setahun
kemenangan itu berlalu, AS sudah merasa diperdaya oleh Uni Soviet –
salah satu pendukung Sekutu dalam Perang Eropa.Joseph Stalin, pemimpin
Uni Soviet, diam-diam berusaha menebar paham komunis di beberapa negara
Eropa dan ini amat tidak disukai AS yang sebaliknya ingin menjadikan
Eropa hidup dengan budaya Barat dan berpaham kapitalis.
Sadar
bahwa langkah pencegahan harus bersifat strategis dan jangka panjang,
pada 18 September 1947 Presiden AS Harry Truman membentuk Dinas
Intelijen Pusat, CIA. Tugas pertamanya singkat saja, yakni
mengantisipasi dan menyabot sepak terjang komunis di Eropa. Perintah
operasi rahasia dinas dikendalikan langsung oleh Dewan Keamanan
Nasional, yang bertanggung-jawab kepada Presiden. Pucuk pimpinan pertama
diserahkan kepada Laksamana Madya Roscoe Hillenkoetter, perwira AL AS
yang kerap dipergunjingkan tak memiliki reputasi apa-apa.
Misi
pertama agen CIA, waktu itu, adalah menjegal terpilihnya pemimpin
Italia dalam pemilu yang dibayangi komunis Rusia. Eropa pasca PD II
dengan ekonomi yang morat-marit sangat potensial masuk ke pelukan
komunis. Gedung Putih berpendapat, jika Italia jatuh ke tangan komunis,
maka akan ambruk pula “kursi paling tua yang telah berabad-abad memiliki
corak Budaya Barat”. Kemenangan komunis di Italia akan mengancam dunia,
karena di sini juga berdiri Takhta Suci Vatikan yang memimpin jutaan
umat Katolik di dunia. Jutaan dollar kemudian digelontorkan ke kantong
para politisi Italia. Orang-orang komunis itu pun berhasil dihalau.
Richard
Helms, salah seorang direktur CIA yang dianggap berhasil. la
menggantikan William Raborn yang dianggap gagal memimpin CIA tatkala AS
terjebak dalam Perang Vietnam. Menurut Eisenhower, intelijen AS kurang
memberi dukungan. Sementara menurut Helms. kegagalan intelijen AS adalah
karena ketidakpedulian agen-agennya pada sejarah, masyarakat, dan
bahasa Vietnam
Agen
rahasia AS dan Inggris juga mencium gelagat bahwa Stalin mengincar
Yunani danPerancis. Untuk itu bukan tanpa alasan jika Presiden Harry
Truman memberi pernyataan tentang gencarnya “serangan” komunis di
hadapan kongres pada 12 Maret 1947: “Setiap serangan yang dilancarkan
oleh musuh Amerika di negara mana pun di dunia dianggap sebagai serangan
terhadap Amerika Serikat.” Mayoritas anggota Kongres kontan berdiri dan
menyambutnya dengan tepuk tangan.
Sebagai
salah satu pendukung kemenangan Sekutu dalam memberangus kekuatan Nazi
Jerman, Uni Soviet tentu punya kesempatan sama menciptakan pengaruh di
seluruh Eropa. Begitu ujar George Kennan, salah seorang politikus pakar
Kremlin (Kremlinologist) yang punya pengaruh kuat di Gedung Putih.
Kennan adalah diplomat muda mantan Atase Dubes AS untuk Uni Soviet,
seorang ilmuwan dan ahli sejarah yang sangat memahami kultur Rusia.
Banyak
yang mengatakan, pandangan mantan Dubes AS untuk Uni Soviet (1952) ini
lah yang sesungguhnya menjadi pemantik Perang Dingin Ucapan (peringatan)
George Kennan mendorong Pemerintah AS melancarkan tiga gerakan yang
amat menentukan perjalanan dunia sekaligus sebagai strategi untuk
menghadapi Stalin. Pertama, dikeluarkannya Doktrin Truman yang menjadi
sinyal ketidaksukaan AS terhadap kasak-kusuk Uni Soviet di Eropa. Kedua,
Marshall Plan, bantuan logistik untuk membendung pengaruh komunis di
Eropa. Dan, ketiga, diaktifkannya operasioperasi intelijen yang nantinya
akan dibakukan lewat organisasi pengganti OSS, yakni CIA.
Truman
sendiri secara pribadi tidak begitu menyukai keberadaan dinas rahasia.
Namun, ia menyadari bahwa dinas intelijen yang besar adalah sebuah
keniscayaan bagi negara sebesar AS. Terlebih karena ia menyadari bahwa
tanpa dinas rahasia yang kuat, Washington hanya akan jadi bulan-bulanan
dinas intelijen Inggris. Ia ingat betul betapa setelah OSS dibubarkan,
Washington amat bergantung pada suplai informasi dari Inggris. Baginya,
ini tentu sangat naif.
Setahap
demi setahap CIA dibentuk sebagai pengumpul dan penyuplai informasi
strategis dari luar negeri, khusus untuk kepentingan Presiden AS.
Presiden menggunakannya untuk menopang pembuatan kebijakan keamanan
nasional. Memang, pasca PD II, jelas sekali terlihat bahwa urgensi
pembentukan CIA adalah untuk menghadapi komunis Rusia Akan tetapi,
setelah berjalan puluhan tahun tanpa kontrol yang jelas, orang mulai
menduga-duga tentang adanya agenda khusus yang mereka sembunyikan.
Benarkah CIA juga dijalankan untuk melindungi praktik kapitalisme Barat
paham lawan utama komunis dunia?
Bak ninja di malam hari?
Eksistensinya
yang kian mendunia, posisinya yang amat dekat dengan Presiden, dan
kewenangan menggunakan uang tanpa batas, selanjutnya mengundang berbagai
pertanyaan dan melahirkan syak wasangka. CIA pun menjadi salah satu
institusi yang paling memancing rasa ingin tahu berbagai kalangan,
khususnya jurnalis.
Walter Bedell Smith, yang menganggap diri paling tahu tentang Rusia
Untuk
mengetahui corak misi, latar-belakang, serta gaya sepak terjang CIA di
dunia apalagi masuk ke dalam tubuhnya sayangnya tidak lah mudah. Apa
yang biasa kita lihat di film-film layar lebar dan dokumenter, serta
buku-buku yang mengungkap kisah-kisah misi rahasia mereka, masih lah
bias. Tak banyak orang tahu seperti apa dan bagaimana sesungguhnya sepak
terjang mereka di lapangan. Apakah mereka benar-benar bergerak bak
ninja di malam hari?
Ironisnya,
Presiden AS sendiri, sebagai user utama, kerap tidak mengerti dan tidak
percaya dengan apa yang mereka lakukan. Agen-agen CIA di seluruh dunia
kerap terlihat sibuk dan turun ke dalam misi yang menegangkan, namun tak
jarang kesibukan atau ketegangan itu hanya membuahkan informasi yang
tidak akurat kalau tak bisa dibilang konyol. Informasi tentang pabrik
senjata biologi-kimia yang kemudian disampaikan dalam pidato kenegaraan
Presiden Bush pada 28 Januari 2003, misalnya, menjadi puncak kemarahan
Gedung Putih terhadap kinerja CIA yang katanya serba tahu itu.
Namun
demikian, rekaan profil dan latar belakang corak misi rahasia mereka
setidaknya bisa dirangkai dari jejak karya orang-orang yang punya
pengaruh kuat di dalamnya. Setidaknya ada11 tokoh dengan 11 jalan
pemikiran khas yang telah membentuk wajah dinas. Jalan pikiran mereka
memberi warna kuat pada profil dan gaya CIA memburu informasi. Mereka
ini adalahJenderal Dwight D. Eisenhower, Letjen Walter Bedell Smith,
William J. Donovan, James Forrestal, Allen W. Dulles, Franklin D.
Roosevelt, William J. Casey, Richard Helms, Frank Wisner, George HW
Bush, dan George Tenet.
Tentang
Eisenhower, siapa tak kenal dengan jenderal bintang lima mantan
panglima pasukan Sekutu di Perang Eropa ini. Ia tidak pernah menjabat
sebagai direktur CIA, namun CIA dan Gedung Putih sangat respek padanya.
Ike, begitu dia biasa dipanggil, dipandang jago bikin arahan strategis.
Ketika Presiden John F. Kennedy dihadapkan pada situasi kritis seputar
rencana penempatan rudal jarak menengah Uni Soviet di Kuba pada Oktober
1962, ia tak segan mengutus Direktur CIA John McCone menemui Eisenhower
di tempat tinggalnya di Gettysburg, Pennsylvania. Ia jauhiauh diutus
hanya untuk sebuah arahan terbaik” menghadapiFidel Castro dan Nikita
Khruschev.
Kennedy
seperti “kalah awu” menghadapi kedua musuh bebuyutan AS itu. Ia
khawatir, salah ambil keputusan, akan memicu Perang Dunia III. Kengerian
yang selalu membayangi Eisenhower. Ike lalu menyarankan sebuah aksi
militer mengisolasi Havana bukan invasi disertai ancaman mengambil-alih
jantung pemerintahan. Gertakan Ike berhasil meluruhkan niat Moskow.
Dalam beberapa jam, enam kapal pengangkut rudal Soviet yang sudah masuk
ke perairan Kuba tiba-tiba berhenti dan berbalik arah.
Di
masa pemerintahannya, Eisenhower telah mengaktifkan CIA untuk memerangi
musuh Amerika di Asia, Timur Tengah, Afrika dan Amerika Latin. Dia
telah melancarkan 170 aksi rahasia yang besar di 48 negara, apakah itu
misi politik, psikologis dan paramiliter sebuah “kepedulian” yang
tertinggi dibanding presiden-presiden AS lainnya.
Nasihat
Eisenhower, yang tertatah pada batu prasasti Gedung CIA, hingga kini
masih terus menyemangati seluruh staf dari gempuran kritik.
“Aspirasi
fundamental Amerika adalah menjaga kelangsungan perdamaian. Kita
berusaha membuat kebijakankebijakan dan kesepakatan-kesepakatan agar
perdamaian itu langgeng dan berharga. Ini hanya bisa dilakukan
berdasarkan informasi yang layak dan komprehensif. …Kualitas pekerjaan
Anda akan sangat menentukan keberhasilan kita memantapkan posisi bangsa
ini dalam pergaulan internasional….Sukses tidak bisa dipromosikan,
kegagalan tidak bisa dijelaskan. Dalam pekerjaan intelijen, pahlawan
tidak diberi tanda jasa dan tidak perlu pujian.”
Walter
Bedell Smith turut memberi warna lain. Di tangan pengganti Roscoe ini,
CIA tampak lebih sangar dan serba tahu tentang komunis dan Uni Soviet.
Itu karena mantan Kepala Staf Panglima Sekutu semasa PD II alias tangan
kanan Eisenhower ini memang pernah diberi tugas menjadi Duta Besar AS
untuk Uni Soviet. Ia banyak tahu tentang Kremlin karena selalu dijejali
pengetahuan tentang itu oleh George Kennan, yang tak lain adalah Kuasa
Usaha AS di Soviet semasa Smith jadi Dubes di sana. Dan, merasa paling
tahu tentang Joseph Stalin karena memang pernah berbincang-bincang
langsung dengan Sang Generalissimo.
Tak
heran banyak orang bilang, mereka berdualah yang sesungguhnya
menyalakan sirine peringatan bahaya komunis terhadap kelangsungan
kapitalisme Barat. Semua ini berawal dari pertanyaan tentang sepak
terjang komunis di Eropa, yang amat menghantui benaknya. Mengapa setelah
mengorbankan 20 juta nyawa rakyat Rusia saat menghadapi kekejaman Nazi,
Stalin dan Tentara Merahnya justru ingin mencaplok separuh Eropa dan
menebar ketakutan di sana.
Kepada
Smith, Kennan mengatakan: “Orang-orang Soviet tidak mempan logika
berpikir, tetapi sangat sensitif terhadap logika kekuatan”. Untuk
membuktikannya, Ia pun ngotot ingin bertemu Stalin, dan itu terjadi pada
April 1946. Dalam kesempatan yang amat langka itu, is bertanya:
“Apa
yang diinginkan Soviet, dan sejauh mana Rusia akan mengejar keinginan
itu?” Smith sengaja tidak memperjelas pertanyaannya karena yakin Stalin
pasti tahu arah pertanyaan itu.
Sambil menatap ke kejauhan dan menghembuskan asap rokok, Stalin hanya menjawab pendek.
“Rusia mengenali musuhnya. Kami tidak akan pergi terlalu jauh.”
Jawaban
itu memang begitu klise. Entah terkait atau tidak, seperti ini pula
misi-misi CIA dalam memerangi komunis. Klise dan diselimuti kerahasiaan.
Smith amat irit dalam mengumbar pengetahuannya tentang Kremlin. Ketika
sejumlah anggota senat bertanya tentang ini disaat Presiden Truman
menganugerahinya bintang empat, dia hanya menjawab: “Hanya dua tokoh
yang tahu. Satu, Stalin, dan yang kedua, Tuhan. Tapi saya tidak yakin
apakah Tuhan mau memberitahukan Paman Joe (sebutan untuk Amerika).”
Tribute
in Light, sorotan dua cahaya lampu dari Manhattan, dekat Brooklyn
Bridge, dalam peringatan setengah tahun 9/11. Peristiwa 9/11 menjadi
trauma yang tak terobati bagi segenap warga AS. CIA dibentuk untuk
mengantisipasi segala bentuk ancaman dari luar. Ironisnya, CIA yang
telah didanai miliaran dollar dan masyhur di negeri orang, hari itu
gagal melakukan tugas tersebut
Keangkeran
dan kemisteriusan CIA tak lepas dari jalan pikiran William J. Donovan.
Mantan Direktur OSS (1942-1945) ini lah yang sejatinya menyiapkan format
CIA di awal pembentukannya. Ketika memimpin OSS, is telah berulang kali
mengatakan kepada Presiden Roosevelt bahwa AS harus memiliki dinas
intelijen yang bersifat global dan totaliter. Presiden telah memberinya
lampu hijau, termasuk kepada pahlawan Perang Eropa Jenderal Bintang Lima
Dwight D. Eisenhower, juga Kastaf kepercayaannya, Jenderal Walter
Bedell Smith.
Dengan
senang hati, atas permintaan Smith dan Eisenhower, Donovan bahkan telah
membuatkan garis besar perencanaannya. CIA menurutnya cukuplah sebuah
organisasi kecil beranggotakan 13.000 orang, bisa mempelajari kemampuan,
tujuan dan aktivitas bangsa asing. Dia iuga bisa menjalankan
operasioperasi rahasia di luar negeri, di tempat-tempat yang menjadi
musuh Amerika. Wild Bill, begitu biasa ia dipanggil, membayangkan tugas
organisasi ini amat tricky. Untuk itu ia berharap CIA bisa memanfaatkan
broker Wall Street, kaum terpelajar dari Ivy League, para serdadu
bayaran, wartawan, stuntmen, perampok rumah bertingkat, bahkan para
penipu.
Donovan
adalah prajurit tua pemberani pahlawan dari medan pertempuran Perancis
semasa Perang Dunia II. Ia sangat suka spionase dan sabotase. Ia adalah
tentara sejati sekaligus seorang politisi buruk. Tak heran, jika tak
sedikit jenderal dan laksamana kurang suka padanya Belakangan, Roosevelt
sendiri tak suka dengan keinginan tersembunyinya mendirikan Gestapo
Amerika. Demikian pula dengan pengganti Roosevelt, yakni Harry Truman.
Presiden Ronald Reagan dengan T-shirt kampanye antikomunis.
Di
tangan Truman lah, impian Donovan dimatikan. Ia dipecat pada 1945, dan
OSS dibubarkan. Namun, obsesi dan cita-cita Donovan tentang CIA tak
sertamerta mati. Ia memiliki dua anak buah yang amat setia, yakni Allen
W. Dulles dan William Casey yang akan menjadi pemimpin masa depan CIA.
Pada 1953, Allen W. Dulles menjadi Direktur CIA menggantikan Bedell
Smith. Sementara William Casey menjadi direktur pada 1981, diangkat
semasa pemerintahan Ronald Reagan.
Spionase 8 operasi rahasia
Kalau
ada tokoh intelijen AS yang kemudian berhasil membuat CIA pandai
melakukan spionase dan peperangan atau aksi rahasia, mereka ini pastilah
Richard Helms dan Frank Wisner. Mengawali karier sebagai agen muda OSS,
Helms dan Wisner selanjutnya mendirikan dua kubu yang berbeda. Sama
dengan Allen Dulles dan William Casey, keduanya juga terbilang murid
William J. Donovan.
Richard
Helms sangat terobsesi untuk mengetahui dunia dengan cara-cara
pengintaian yang sabar dan bertahap, lewat operasi spionase. Sementara
Frank Wisner cenderung inginmengubah dunia lewat berbagai teknik
peperangan atau aksi-aksi rahasia. Masing-masing memiliki kubu dan
loyalis. Kubu-kubu inilah, dengan segala kekurangan dan kelebihannya,
yang kelak turut menciptakan wajah khas CIA di masa datang.
Wisner
yang sebelum menekuni profesi intelijen adalah seorang pengacara
berbaju militer selanjutnya membentuk kubu dengan anggota ribuan orang.
Dia merekrut dari beraneka ragam profesi. Mulai dari tentara,
orang-orang kantoran, seniman, hingga mahasiswa, dosen sekaligus para
profesornya mulai dari Yale, Harvard hingga Princeton. Dia juga merekrut
paruh waktu sejumlah pengacara, bankir dan veteran perang.
Mirip
bisnis multi level marketing, “Mereka lalu menarik orang-orang dari
jalanan, siapa saja yang memiliki darah panas yang bisa mengatakan ya
atau tidak atau menggerakkan lengan dan kaki,” ujar perwira CIA, Sam
Halpern.
Wisner
juga fasih bermain mata dengan para pimpinan tertinggi media cetak dan
elektronik yang amat berpengaruh. Dia misalnya bisa “menyetir” pimpinan
Time, Life dan Fortune, bahkan produser film di Hollywood, untuk
kepentingan propaganda dan peperangan politik. Peran ini sangat ampuh
tatkala AS berupaya membebaskan Eropa dari pengaruh komunis Soviet di
penghujung dasawarsa 1940-an.
Wisner
setidaknya membuka 36 stasiun di luar negeri (hanya dalam enam bulan),
yang kemudian meningkat jadi 47 stasiun dalam tiga tahun. Di setiap kota
di mana stasiun itu dibentuk, dia mengangkat dua kepada stasiun CIA.
Satu bertanggung-jawab untuk urusan aksi rahasia, satunya lagi untuk
tugas-tugas spionase. Uniknya, agen-agen dari tiap stasiun kerap bekerja
tumpang-tindih, saling bajak, saling curi agen, bahkan berkelahi.
Dengan
kelihaiannya, Wisner bahkan bisa merebut pesawat terbang, senjata,
amunisi, parasut, serta seragam-seragam cadangan dari Pentagon dan
pangkalan militer di daerah pendudukan di Eropa dan Asia, untuk
kepentingan operasinya. Dia bahkan mampu merebut gudang logistik militer
senilai seperempat miliar dolar.Posisinya di CIA memang sangat krusial.
“Dia
bahkan bisa meminta personel dan bantuan serupa dari dinas mana pun di
pemerintahan, setiap kali memerlukannya,” ujar James McCargar, salah
satu dari orang-orang pertama yang direkrut Wisner, mengenang.
Keberhasilan Wisner dan tim mengembalikan Uni Soviet ke batas lama Rusia
dan membebaskan Eropa dari cengkeraman komunis langsung melambungkan
namanya di mata kalangan petinggi Gedung Putih dan Pentagon. Ini adalah
proyek besar, di wilayah yang benar-benar jadi perhatian dunia. Tapi tak
banyak orang tahu kalau misi sebesar itu hanya dikendalikan dari sebuah
bangunan tua beratap seng milik Departemen Perang, yang tersudut di
antara Monumen Lincoln dan Monumen Washington. Bangunan ini biasa
disebut oleh para anggota Wisner: Istana Tikus.
Perjalanan
yang ditempuh Richard Helms agak berbeda. Jika Frank Wisner tak pernah
mendapat kesempatan menjadi direktur CIA, Helms mendapatkannya. Dan itu
terjadi di masa pemerintahan Lyndon B. Johnson. Tepat setelah Eisenhower
memberikan nasihat kepada pengganti John F. Kennedy yang tewas
tertembak di Dallas. Pada Juli 1965, Johnson menelpon Ike untuk meminta
nasihat tentang bagaimana memenangkan perang di Vietnam.
Jawaban
Ike singkat saja. “Kemenangan sangat bergantung pada intelijen yang
baik. Inilah yang paling sulit.” Jawaban ini rupanya sekaligus
dilontarkan untuk mengritik kerja William Raborn, direktur CIA saat itu.
Di tengah kepahitan yang harus diterima Washington dan tentara AS di
Vietnam, Raborn malah telah menenggelamkan “kapalnya” (maksudnya: CIA).
“Anda akan mendapat kesulitan besar, kecuali tempat itu digantikan oleh
Helms yang lebih berotak,” begitu kata senator Richard Russel.
Russel
tampaknya mengagumi analisa Helms tentang kegagalan AS di Vietnam,
“Vietnam adalah mimpi buruk bagi saya. Kegagalan menembus pemerintah
Vietnam Utara benar-benar bikin frustasi. Kami tidak bisa memastikan apa
yang sedang terjadi di level tertinggi di pemerintahan Hanoi. Kami juga
tidak bisa membuat kebijakan. Penyebab paling mendasar dalam kegagalan
intelijen ini adalah ketidakpedulian bangsa kita tentang sejarah,
masyarakat dan bahasa Vietnam. Kita tidak memilih untuk mengetahui,
sehingga kita tidak tahu seberapa banyak yang kita tidak tahu. Ini lah
yang membuat kita banyak salah ambil keputusan.”
Ironi dan kontroversi
Helms
diangkat sebagai Direktur CIA pada 30 Juni 1966 dengan kondisi keluarga
yang hampir mirip dengan kebanyakan keluarga intelijen. Jabatan itu
menempatkannya sebagai salah satu orang terkuat di Washington. Institusi
yang dipimpinnya memiliki anggota 20.000 orang dan anggaran satu miliar
dolar per tahun. Ia bekerja mulai dari jam 06.30, sehari penuh,
termasuk Sabtu, dan jarang berlibur. Tak heran jika di rumah, ia hanya
mendapati istri yang sakit-sakitan karena kurang perhatian dan seorang
putra yang putus kuliah.
Joseph
Stalin, Harry Truman dan Winston Churchill, bertemu dalam Konferensi
Postdam di Jerman (1945). Ketiganya tampak akur. Di belakang ini semua,
AS sangat menaruh kekhawatiran terhadap gerakan Stalin dan komunis
Rusia, tak lama setelah Perang Dunia II berakhir
Ada
tiga agenda besar yang harus dikerjakannya, melanjutkan tugas yang
ditinggalkan Raborn. Pertama, di Laos, CIA harus bisa memotong jalur Ho
Chi Minh Trail. Kedua, diThailand, CIA harus bisa mengatur pemilu
perdana menteri. Ketiga, di Indonesia, CIA harus bisa memberi dukungan
rahasia bagi pemimpin-pemimpin yang telah membunuhi komunis.
Ketiga
negara merupakan kartu domino yang harus dijaga tetap berdiri dalam
barisannya. Jika salah satu tumbang, Vietnam akan tumbang.
Baginya,
posisi jabatan dan tugas-tugas itu lebih dari segalanya. Ini lah puncak
kebahagiaan bagi dirinya. Situasi ini benar-benar sebuah kebalikan bagi
rekannya, Frank Wisner, yang pernah terbang bersama-sama meninggalkan
Berlin menuju Washington demi satu tujuan: membangun CIA yang kuat. Pada
29 Oktober 1965, tak lama setelah mendapat kabar promosi Helms untuk
menduduki posisi puncak CIA, ia pergi berburu ke tanah luas miliknya di
Maryland. Sore hari Letnan AL Frank Wisner naik ke atas rumahnya,
mengambil senapan berburu, lalu menembak kepalanya sendiri!
Beberapa
bulan terakhir, kejiwaan Wisner bergolak. Hal ini terjadi menyusul
diberhentikannya dirinya dari posisi kepala stasiun London, untuk
kemudian dipaksa pensiun. Keluar masuk rumah sakit jiwa, ia menjadi
gemar minum wiski dan suka membicarakan Adolf Hitler. Ia tewas dalam
kefanaan di usia 56 tahun. Sungguh ironis. Kematiannya mengingatkan
orang pada nasib yang menimpa James Forrestal, pencipta dan komandan
berbagai operasi rahasia CIA.Setelah mundur dari jabatannya sebagai
Menteri Pertahanan, 28 Maret 1949, ia sering menyendiri di Perpustakaan
Kongres. Kepada Dr William C Menninger, ahli jiwa yang ditunjuk Mabes
AL, ia sering mengeluh sulit tidur.
Pada
malam ke-50 di ruang unit kejiwaan RS AL Bethesda, ia lalu menulis
puisi Yunani, “Paduan Suara dari Ajax”. Pada sebuah bans, belum lagi ia
sempurna menulis kata nightingale, ia menjatuhkan diri dan lantai 16.
Nightingale rupanya adalah kata sandi perlawanan pasukan Ukrania yang
diberi wewenang oleh dirinya untuk melawan pasukan rahasia Stalin.
Salah
sato halaman dari panduan Marshall Plan. Program bantuan tunai dari AS
untuk membangun kembali perekonomian di 16 negara Eropa dan Asia.
Kabarnya, di balik program ini "terselip" kewenangan rahasia bagi CIA
untuk menggunakan dana untuk peperangan politik melawan komunis Uni
Soviet
Tidak
pendirinya, tidak organisasinya. Seolah keduanya memang bakal menerima
“karma” atas segala operasi kontroversial yang mereka kerjakan. Kematian
Wisner dan Forrestal hanyalah contoh. Selain operasi mereka yang kerap
menghalalkan pembunuhan atas nama keselamatan negara, yang tergolong
kontroversial adalah juga sumber keuangannya. Tak pernah ada lembaga
pemerintahan yang mampu mengungkap bagaimana mereka bisa mengelola dan
mengeluarkan uang hingga jutaan dolar? Uang itu lah yang di antaranya
untuk mendanai misi rahasia di berbagai negara dan menyuap politisi di
berbagai negara.
Menurut
Tim Weiner (Legacy of Ashes The History of CIA, 2007), salah satu pundi
terbesar yang tak pernah habis dikeruk adalah “brankas” peninggalan
proyek Marshall Plan. Marshall Plan sejatinya adalah program bantuan
tunai yang dirancang khusus oleh Washington untuk pemulihan kerusakan di
16 negara Eropa dan tiga negara Asia akibat Perang Dunia II. Program
antara 1947-1951 ini intinya digelar untuk memperkuat pondasi
perekonoman dan agar negara-negara itu bisa menjadi barikade
perekonomian serta politik AS dari segala upaya serangan komunis Soviet.
Disebut Marshall Plan karena program ini dilansir oleh Menlu AS saat
itu,George Marshall. Meski begitu, arsitek yang sesungguhnya adalah
William L Clayton, James Forrestal, Allen Dulles, dan George Kennan.
Peta
"Pandangan dari Washington"ini adalah gambaran peta dunia yang dibuat
oleh AS pada saat era Perang Dingin. Warna-warna negara dalam peta
tersebut menggambarkan aliansi politik negara tersebut.
Dari
ketiga arsitek terakhir itu saja, kita sudah bisa menduga apa yang
direncanakan. Jika Anda mencurigai sesuatu, percayalah, itu tidak
berlebihan Sebab, baik Forrestal, Dulles dan Kennan memang sempat
membantu merancang aturan tambahan rahasia yang memberi CIA wewenang
untuk melancarkan peperangan politik. Ketentuan ini membiarkan CIA untuk
bisa mengambil uang jutaan dolar dari proyek tersebut.
Prosedurnya
sangat sederhana. Setelah Kongres menyetujui Marshall Plan, lembaga itu
menyediakan dana sebesar 13,7 miliar dolar untuk jangka waktu lima
tahun. Negara penerima bantuan rupanya harus membayar kembali bantuan
itu seolah pinjaman. Nah, dari pinjaman (mungkin, berikut bunga) yang
dikembalikan itu lah CIA akan mendapat lima persen, yang secara otomatis
akan dikirim ke kantor-kantor perwakilannya di luar negeri.
Mengomentari
pembocoran informasi seperti itu, sejumlah pengamat mengatakan,
Marshall Plan tak lebih dari sebuah mesin raksasa pencuci uang.
Kerahasiaan praktik ini setidaknya berhasil ditutup-tutupi hingga Perang
Dingin berakhir, dan itu artinya hingga masa keruntuhan Uni Soviet di
tahun 1991. Model pendanaan seperti ini kabarnya telah menjamin
keberlangsungan aksi rahasia dan mata-mata di seantero Eropa dan Asia.
Dana-dana
rahasia ini tak ayal menjadi “pemompa darah” operasi-operasi CIA.
Mereka memiliki sumber dana yang tak terlacak, yang bahkan kerap bikin
geleng kepala elite politik. Itu karena tak semua orang tahu, bahkan
Presiden pun kerap tak memahami bagaimana proses pendanaan itu terjadi.
Presiden AS lebih suka tutup mata dan tutup kuping, karena disadarinya,
semua itu, Marshall Plan, Doktrin Truman, dan semua operasi rahasia CIA
merupakan bagian terpenting dari strategi besar melawan komunis dan
Stalin. Dan, Presiden termasuk CIA menyakini bahwa Uni Soviet pun
memiliki strategi serupa untuk melawan kepentingan AS di dunia, yang
kerap disebut berbagai pengamat dunia sebagai: kapitalisme Amerika.
Laksamana
James Forrestal. salah satu tokoh AL AS yang banyak berkontribusi dalam
operasi rahasia CIA. Dedikasinya yang mendalam membuat dirinya kerap
diliputi kecemasan. Kecemasan ini lah yang akhirnya membuat dirinya
sepakat mengakhiri hidup dengan cara bunuh diri.
Sepanjang
jalannya Perang Dingin, CIA telah mengendalikan tiga orang agen yang
mampu menyediakan rahasia yang sangat bernilai tentang ancaman militer
Soviet. Tetapi semua sudah ditangkap dan dieksekusi. Dedikasi mereka
mengalahkan satelit mata-mata yang telah menghitung jumlah tank dan
rudal secara tepat. Pun, telah mengalahkan sekian banyak alat penyadap
yang telah merekam jutaan kata. Itu karena mereka telah menguntit
buruannya dari dekat.
Setelah
komunis Rusia runtuh sejalan dengan keruntuhan Uni Soviet, “sosok”
musuh AS bergeser. Seperti kita ketahui, kini bukan lagi komunis, tetapi
teroris. Sejak kehancuran Soviet, CIA tidak semakin kuat dan lebih
siaga. CIA telah kehilangan lebih dari 3.000 orang terbaiknya. Sekitar
20 % dari jumlah itu adalah mata-mata senior, analis, ilmuwan dan ahli
teknologi. Tambahan lagi, kira-kira tujuh persen karyawan sudah keluar
tiap tahunnya. Jumlah ini menambah kehilangan lebih dari seribu agen
rahasia berpengalaman dan hanya menyisakan tidak lebih banyak dari
seribu orang.
George
Tenet, semasa memimpin CIA pernah berkata, CIA menjadi gamang dalam
menghadapi masa depan dengan pasukan yang begitu lemah di barisan depan.
“Akan ada saatnya kita harus berlomba mengejar hal-hal yang tidak kita
perhitungkan sebelumnya, bukan karena seseorang tertidur saat giliran
jaga, melainkan karena apa yang sedang terjadi terlalu rumit,” katanya.
Apa yang dicemaskan terbukti lewat kehancuran akibat Serangan 11
September.
“Ada
harapan bahwa kita sudah membangun sistem intelijen tanpa cacat, bahwa
intelijen tidak hanya diharaplcan memberi tahu Anda apa yang sedang
menjadi tren, memberi tahu Anda tentang banyak kejadian, dan memberi
tahu Anda tentang pemahaman yang mendalam, tetapi juga dalam setiap
kasus yang bertanggungjawab memberi tahu Anda tentang tanggal, waktu,
dan kolusi suatu kejadian. CIA sendiri sudah lama menciptakan harapan
dan dugaan itu. Tetapi, baginya, ini hanyalah khayalan semata. “Kita
akan terus terkejut,” tukas Tenet. Dan, itu memang benar adanya.
singkat kata:
CIA
atau Central Intelligence Agency merupakan agen rahasia pemerintah
Amerika Serikat. Didirikan pada 18 September 1947 sesuai penandatanganan
NSA 1947 (National Security Act) oleh Presiden Harry S. Truman
CIA
merupakan kamuflase dari OSS (Office of Strategic Services) yang
menjadi agen spionase Amerika untuk pemenangan Perang Dunia II (PD II).
Pada saat PD II berkecamuk, Amerika secara diam-diam mengambil
kesempatan dengan membangun kekuatan baru secara rahasia di Eropa demi
membendung pengaruh komunis. Kerja keras agen rahasia Amerika semakin
bertambah, ketika fasis Hitler mengalami kekalahan dan diikuti
kemenangan dan kemunculan kekuatan sosialis dan komunis di Eropa, Asia
dan Amerika Latin.
TIMELINE:
Presiden Harry Truman
13 Juni 1942:
Presiden
Franklin D Roosevelt menandatangani perintah pendirian Dinas Intelijen
Strategis (the Office of Strategic Services/ OSS) menggantikan Kantor
Koordinator Intelijen (Coordinator of Intelligent/C01) dan mengangkat
William J. Donovan sebagai Direktur.
1 Oktober 1945:
Presiden
Harry S Truman mengeluarkan surat perintah no. 9621 untuk menghapus OSS
dan memindahkan fungsinya ke dalam Deparlemen Luar Negeri dan
Peperangan.
22 Januari 1946:
Presiden
Truman menandatangani surat perintah pembentukan Central Intelligence
Group di bawah National Intelligence Authority dan mengangkat Laks. Muda
Sydney W. Souers sebagai Direktur.
18 September 1947:
The
National Security Act tahun 1947 menetapkan the National Security
Council dan the Central Intelligence Agency (CIA) menggantikan the
National Intelligence Authority dan the Central Intelligence Group.
1 Desember 1950:
Direktorat Administrasi ditetapkan
2 Januari 1952:
Pembentukan Direktorat Intelijen
1 Agustus 1952:
Pembentukan Direktorat Perencanaan
4 Agustus 1955:
Presiden Dwight D. Eisenhower menandatangani surat
pengucuran dana 46 juta dolar AS untuk membangun kantor pusat CIA
3 November 1959:
Pembangunan kantor pusat CIA di Langley, Virginia.
5 Agustus 1963:
Pembentukan Direktorat Ilmu dan Teknologi
1 Desember 1964:
Presiden Lyndon B. Johnson menerima laporan harian (President’s Daily Brief /PDB) yang pertama.
1 Maret 1973:
Direktorat Perencanaan diubah menjadi Direktorat Operasi
1 November 1985:
Wakil Presiden George H.W. Bush memperluas kantor pusat CIA. Kantor baru ini terbangun tahun 1989.
18 September 1997:
CIA merayakan ulang tahun ke-50
26 April 1999:
Sebuah halaman di kantor pusat didedikasikan kepada George Bush Center untuk Intelijen.
4 Juni 2001:
Penggantian Direktorat Administrasi dengan CFO (Chief
Financial Officer), CIO (Chief Information Officer), Global Supporl, Sumber Daya Manusia dan Kantor Pendukung Misi Keamanan.
17 Desember 2004:
Presiden
George W. Bush menandatangani the Intelligence Reform and Terrorism
Prevention Act sekaligus restrukturisasi komunitas intelijennya.
Menghapus posisi DCI dan DDCI serta mengatur ulang posisi Direktur CIA.
4 Januari 2005:
Membentuk Direktorat Pendukung menggantikan Kantor Pendukung Kegiatan
13 Oktober 2005:
Membentuk Layanan Klandestine Nasional menggantikan Direktorat Operasi
sumber:
http://sejarahperang.wordpress.com/2010/12/19/cia-dinas-intelijen-terbesar-didunia/
http://sejarahperang.wordpress.com/2010/12/19/timeline/
http://en.wikipedia.org/wiki/Central_Intelligence_Agency
http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Intelijen_Pusat http://nusantaranews.wordpress.com/2009/01/20/sejarah-cia/
http://sejarahperang.wordpress.com/2010/12/19/timeline/
http://en.wikipedia.org/wiki/Central_Intelligence_Agency
http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Intelijen_Pusat http://nusantaranews.wordpress.com/2009/01/20/sejarah-cia/