Tragedi Pesawat Sukhoi Di Gunung Salak - Sukhoi Superjet (SSJ) 100 hilang kontak dengan Air Traffic Control Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng pada Rabu (9/5/2012) dan ditemukan serpihannya pada hari Kamis ini di Gunung Salak. Banyak kejanggalan pada joy flight penerbangan SSJ-100 ini.
Rute Joy Flight
Kejanggalan ini diungkapkan pengamat penerbangan Samudera Sukardi, yang juga mantan petinggi Pelita Air. Joy flight yang dilakukan pesawat Sukhoi Superjet100 dari Bandara Halim Perdanakusuma, melewati rute Pelabuhan Ratu yang melintasi wilayah pegunungan yang gelap. Hal ini dinilai tidak lazim karena biasanya joy flight dilakukan pada rute yang lebih terang, yakni melintasi wilayah laut.
“Untuk joy flight seharusnya mengambil rute Krakatau, melewati wilayah laut yang terang. Tapi ini melewati Pelabuhan Ratu, melewati wilayah pegunungan yang gelap,” ujar pengamat penerbangan, Samudera Sukardi, saat dihubungi detikcom, Rabu (8/5/2012) malam.
Samudera menuturkan, joy flight atau penerbangan demonstrasi biasa dilakukan di atas wilayah laut yang terang. Baik pesawat jenis besar, sedang, hingga kecil, seperti Bombardier dan Cessna Caravan, selalu melintasi wilayah laut.
“Selama ini, joy flight belum pernah ke arah situ. Selalu lewat wilayah laut,” tuturnya.
Nah, siapa yang mengizinkan rute joy flight yang janggal itu?
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menguraikan garis besar perizinan pesawat asing bisa terbang di Indonesia. Ada 2 prosedur untuk itu.
“Untuk terbang di wilayah udara Indonesia ada 3 instansi yang mengeluarkan izin. Kemenlu untuk diplomatic clearance, Kemenhan untuk security clearance dan Kemenhub untuk hak angkut dan teknis pesawat,” jelas Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Bambang S Ervan.
Nah untuk Indonesia dan Rusia, kedua negara sudah memiliki Airworthiness Bilateral Agreement. Artinya, mengakui sertifikasi yang dikeluarkan penerbangan sipil masing-masing negara.
“Hal ini menjadikan dasar hak angkutnya,” jelas dia.
Kemudian saat prosedur tersebut sudah dilalui, prosedurnya kemudian perusahaan penerbangan, dalam hal ini perantara Sukhoi, PT Tri Marga Rekatama dan pihak Sukhoi harus mengajukan flight plan ke Air Traffic Service (ATS) yang mengatur lalu lintas udara. Flight plan ini ada 2, yang satu diserahkan ke ATS dan satunya dibawa pihak pilot.
“Kan harus disetujui dulu (oleh ATS) baru dibawa. Kalau dia nggak bawa dia mau terbang ke mana,” jelas Bambang masalah perizinan ini juga akan diinvestigasi oleh KNKT.
Kemenhub menegaskan belum mengeluarkan sertifikat layak terbang standar Indonesia bagi pesawat Sukhoi Superjet 100. Alasannya pesawat buatan Rusia tersebut memang belum resmi didatangkan oleh para maskapai dan belum akan dioperasikan di Indonesia secara komersial.
“Kalau ada permintaan, kita akan menguji, sekarang ini kan masih tahap promosi,” kata Kepala Bagian Hukum dan Humas Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Ishaful Hayat kepada detikFinance, Kamis (10/5/2012)
Di satu sisi, PT Tri Marga Rekatama mengakui bahwa rute itu atas permintaan pilot Sukhoi sendiri. “Itu atas permintaan penerbangnya. Di antara penerbang itu juga kan ada dari kita, sudah hafal rute,” jelas Sunaryo dari PT Trimarga Rekatama, saat dihubungi detikcom, Kamis (10/5/2012).
Jadi, rute itu pun tidak serta merta diputuskan mendadak. Rute itu sudah didiskusikan lebih dahulu. Para penerbang ini juga sudah berkoordinasi dengan pihak terkait.
Sunaryo juga memastikan Alexander Yablontsev, Pilot In Command (PIC) telah mengetahui medan Gunung Salak. “Oh dia tahu karena sebelum berangkat, dia mempelajari map dari rute penerbangan,” kata Sunaryo dalam jumpa pers di Lanud Halim Perdanakusumah, Jakarta, Kamis (10/5/2012).
Izin Turun ke 6 Ribu Kaki
Pesawat SSJ-100 ini hilang kontak setelah 21 menit lepas landas dari Bandara Halim Perdanakusumah, tepatnya pada pukul 14.33 WIB. Saat hilang kontak, ATC di Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng menerima permintaan dari pilot untuk turun dari ketinggian 10 ribu kaki kepada 6 ribu kaki.
“Baru melaporkan akan turun itu, belum (diizinkan). Biarkan KNKT yang melakukan investigasi untuk itu,” jelas Bambang S Ervan ketika dikonfirmasi mengapa Air Traffic Control (ATC) mengizinkan turun pesawat itu ke ketinggian 6 ribu kaki.
Dari Basarnas, humas Basarnas Gagah Prakoso mengatakan hal itu merupakan inisiatif pilot. Belum diketahui apakah langkah itu ditempuh karena cuaca buruk atau faktor lain. Saat pilot meminta izin, ATC belum memberi jawaban.
“Belum sempat dijawab, tapi sudah hilang kontak,” ungkapnya.
Perwakilan PT Trimarga Rekatama mengatakan, Sukhoi hendak mengambil ketinggian dengan turun di 6 ribu kaki. Namun menjadi tanda tanya, ketinggian di Gunung Salak sekitar 7 ribu kaki. Apa tidak takut menabrak?
“Saya juga heran kenapa diizinkan,” kata Sunaryo dari PT Trimarga Rekatama.
Misteri soal apakah pesawat tersebut diizinkan turun atau tidak ini yang perlu diketahui. Lagi-lagi, tugas KNKT untuk menginvestigasinya.
Sinyal Darurat Tidak Terdeteksi
Pesawat SSJ-100 ini saat hilang kontak, tidak mengirimkan sinyal darurat, yang dikenal dengan Emergency Locator Transmitter (ELT), yang langsung memancarkan sinyal dalam keadaan darurat.
Hal tidak adanya sinyal darurat ini disampaikan oleh humas Basarnas, Gagah Prakoso. Tak hanya ATC Halim, tapi Singapura dan Australia tak mendeteksi sinyal yang biasa dipakai saat pesawat ada gangguan itu.
“Tidak ada sinyal yang kami terima. Singapura dan Australia juga tidak,” kata Kepala Humas Basarnas Gagah Prakoso di Terminal Kedatangan Halim Perdanakusumah, Kamis (10/5/2012).
Gagah menyebutkan, jika pesawat mengalami gangguan, maka emergency signal akan dikirim ke Air Traffic Control (ATC) terdekat. Dalam kasus ini, biasanya Singapura dan Australia juga bisa mendeteksi.
“Tapi ini tidak ada. Untuk lebih jelasnya, kita tunggu KNKT,” jelasnya.
Padahal spesifikasi pesawat dari situs Sukhoi, SSJ-100 ini dilengkapi pendeteksi kegagalan sistem. Termasuk dilengkapi Traffic Collision Avoidance System (TCAS) generasi kedua alias sistem yang bisa mendeteksi bila pesawat itu akan mengalami tumbukan dengan pesawat atau obyek lain. Sistem avionik SSJ 100 memiliki keunggulan keselamatan penerbangan dan kehandalan yang tinggi.
Sinyal HP Masih Menyala
SSJ-100 diberitakan hilang kontak denan ATC Cengkareng pada pukul 14.33 WIB. Namun, telepon seluler alias HP 2 wartawan majalah Angkasa, Didi Yusuf dan Dodi Aviantara, masih aktif saat dihubungi pukul 17.00 WIB. Tapi keduanya tidak mengangkat telepon.
“Benar, kami sudah cek. Keduanya ada dalam manifes,” ujar editor majalah Angkasa, Dudi Sudibyo, ketika dihubungi detikcom, Rabu (9/5/2012).
Dudi mengatakan pihak Angkasa telah mencoba berkali-kali menghubungi kedua jurnalisnya, namun tidak ada jawaban dari mereka. “Terakhir kami coba pukul 17.00 WIB kami kontak, nadanya masuk. Tapi tidak ada jawaban,” jelasnya.
Nah, apakah sinyal HP yang masih menyala ini juga mempengaruhi penerbangan itu?
Kunci semuanya, ada pada black box atau kotak hitam yang berada dalam badan pesawat, apakah karena human error atau faktor cuaca? Black box inilah yang merekam percakapan pilot-ATC pada Cockpit Voice Recorder (CVR) dan data-data penerbangan dalam Flight Data Recorder (FDR).
Ketua KNKT Tatang Kurniadi mengatakan juga sudah meminta rekaman percakapan pilot-ATC yang dimiliki ATC untuk keperluan investigasi. Tentunya, rekaman confidential, tak bisa diketahui publik selama investigasi KNKT dilakukan.
Hal ini karena pernah ada kasus, data percakapan pilot-ATC dalam rekaman kotak hitam beredar dalam kasus jatuhnya AdamAir KI 574 yang jatuh di Majene, Sulbar pada 2008 lalu sebelum KNKT merilis hasil investigasinya.
Panjang memang investigasi yang dilakukan KNKT hingga akhirnya bisa dibuka ke publik, berbilang bulan bahkan tahun. AdamAir KI 574 yang jatuh di perairan Majene, Sulawesi Barat pada 1 Januari 2007 baru bisa ditemukan kotak hitamnya pada 28 Agustus 2007. Hasil investigasi itu kemudian diumumkan Maret 2008.
Kecelakaan pesawat Merpati berjenis MA-60 di Kaimana, Papua pada Mei 2011 baru dirilis hasilnya pada Mei 2012 lalu. Jadi, mari menunggu hasil investigasi KNKT.